Penurunan luasan hutan mangrove telah menjadi bahan penelitian baik di
mahasiswa maupun para peneliti. Namun, sampai sekarang masih parsial dan
tidak terintegratif. Mengapa? Hasilnya masih menunjukkan bahwa solusi
awal adalah dengan cara rehabilitasi. Sementara rehabilitasi masih belum
berjalan dengan baik, timbul tekanan lain. Kita tahu bahwa Pantai Utara
Jawa terekploisir dengan adanya pembangunan dikarenakan wilayah pantai
ini dapat dijadikan AREAL KOMERSIL. Tinjauan kasus detail yang dialami oleh Penulis ada 2 dimana:
1. Di Sumatera Utara, terdapat satu
wilayah yang hutan mangrovenya mengalami konversi 3 kali, dari mangrove
ke tambak dan kemudian ke kelapa sawit. Survey wawancara yang dilakukan
pada tahun 2011 menyatakan bahwa pendapatan penduduk yang menangkap ikan
di sekitar mangrove TURUN DARI Rp 100.000 PER HARINYA MENJADI Rp 25.000,
tentunya masih ada mangrove di sekitar kelapa sawit. Ada pernyataan
bahwa tanah dan air yang berada di sekitar mangrove telah terkontaminasi
oleh pestisida, namun di lain hal, penulis menyatakan juga adanya PERUBAHAN RANTAI MAKAN DAN SIKLUS ORGANISME.
2. Permasalahan selanjutnya, Pulau Biawak
dan Pulau Gosong yang berada di Laut Jawa (Utara Indramayu) merupakan
salah satu pulau yang sangat indah. Kegiatan “Clean Sea Action” yang
dilakukan oleh Tim BIEXRE I mendapati bahwa sampah yang ada di pulau itu
sebagian besar adalah tali temali dar nelayan. Sampah plastic ini
kebanyakan tersangkut pada akar mangrove. Dalam radius 200 m, DIDAPATI 10 KARUNG GONI PLASTIK DANTALI TEMALI. Berbeda dengan Pulau Biawak, Pulau Gosong terdapat sampah berupa minuman plastic dan dus penyangga.
Apakah memang di wilayah lainnya terdapat
kasus yang sama? Apakah memang kasus itu mempengaruhi secara langsung
terhadap ekosistem mangrove? Jika ditilik kasus pada tahun 2011, mungkin
saat ini pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan
penduduk/masyarakat belum mendapatkan akibat dari kegiatan ini.
Pembahasan :
1. Dalam kasus konversi tersebut, tidak
hanya terjadi di satu daerah saja. Beberapa daerah di Indonesia yang
memiliki hutan mangrove, hutan tersebut dikonversi menjadi perkebunan
misalkan di Pulau Sumatera. Hal ini berdampak langsung terhadap
ekosistem mangrove sendiri. Hasil dari konversi ini menguntungkan satu
pihak saja yaitu pengelola perkebunan. Nelayan menjadi dirugikan akibat
penurunan hasil tangkapan mereka. Penggunaan pestisida pada perkebunan
juga menimbulkan efek bagi biota yang hidup di area mangrove. Siklus
hidup biota menjadi terganggu dan pada akhirnya akan merubah pola rantai
makanan.
2. Upaya penyelamatan ekosistem mangrove
yaitu rehabilitasi masih belum berjalan dengan baik. Penggunaan lahan
menjadi areal komersil dapat menggangu proses rehabilitasi mangrove
tersebut. Selain itu juga dapat terjadi karena pembangunan di pantai.
3. Pada masalah sampah, hal ini memang
tidak berpengaruh secara langsung terhadap mangrove itu sendiri. Namun
pada akhirnya efek tersebut akan dirasakan oleh makhluk hidup dalam
jangka waktu yang panjang. Ekosistem mangrove akan rusak dan akan
berimbas pada ekosistem lainnya seperti lamun dan terumbu karang.
Manusia akan merasakan dampaknya yaitu menurunnya jumlah ikan dan hasil
laut lainnya.
Penyelamatan hutan mangrove harus
dilakukan saat ini juga, agar manfaat dari kelestarian mangrove dapat
dirasakan secara berkelanjutan. SAVE MANGROVE !
Kelompok Acanthaster planci
- Muktarinan
- Andi Reiza J.
- Chrisentia R.
- Nurasri Hilman
- Kartika Nurhasanah
- Fransiska Sonya
No comments:
Post a Comment